BAGIAN 4
No
|
PERIHAL
|
UU SPPA
(UU NO. 11 TAHUN
2012)
|
UU PENGADILAN
ANAK
(UU NO. 3 TAHUN
1997)
|
||
1.
|
Pidana Terhadap Anak
|
Anak hanya dapat dijatuhi pidana atau dikenai tindakan berdasarkan ketentuan
dalam Undang-Undang ini (Pasal 69 ayat 1)
|
Terhadap Anak Nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau
tindakan yang ditentukan dalam Undang-undang ini (Pasal 22)
|
||
2.
|
Anak yang dapat
dijatuhi pidana
|
Pidana hanya dapat
dijatuhkan bagi anak yang berusia lebih dari 14 tahun
|
Terhadap Anak Nakal anak yang melakukan tindak pidana;
Hakim menjatuhkan pidana
|
||
3.
|
Anak yang dapat dikenai
tindakan
PERBANDINGAN
Lihat Angka 27
|
Anak yang belum berusia
14 (empat belas) tahun hanya dapat dikenai tindakan (Pasal 69 ayat 2)
-
Tindakan dapat
diajukan oleh Penuntut Umum dalam tuntutannya, kecuali tindak pidana diancam
dengan pidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun (Pasal 82 ayat 3)
-
Ringannya perbuatan, keadaan pribadi Anak,
atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau
yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan hakim untuk tidak
menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi
keadilan dan kemanusiaan (Pasal 70)
|
Terhadap Anak Nakal yang melakukan perbuatan yang
dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan
maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat
yang bersangkutan , Hakim menjatuhkan tindakan
|
||
4.
|
Jenis Pidana Pokok
|
Pidana pokok bagi Anak terdiri atas:
a. pidana peringatan;
b. pidana dengan
syarat:
1) pembinaan di luar lembaga;
2) pelayanan masyarakat; atau
3) pengawasan.
c. pelatihan kerja;
d. pembinaan dalam
lembaga; dan
e. penjara (Pasal 71 ayat 1)
|
Pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal
ialah :
a. pidana penjara;
b. pidana kurungan;
c. pidana denda; atau
d. pidana pengawasan (Pasal 23 ayat 2)
|
||
5.
|
Pidana Pokok : 1. Pidana peringatan
|
Pidana
peringatan merupakan pidana ringan yang tidak mengakibatkan pembatasan
kebebasan anak (Pasal 72)
|
|||
6.
|
Ketentuan Umum Pidana Pokok berbentuk pidana dengan syarat :
1.
pembinaan di
luar lembaga
2.
pelayanan
masyarakat
3.
pengawasan.
|
1.
Pidana dengan syarat dapat
dijatuhkan oleh Hakim dalam hal pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2
(dua) tahun.
2.
Dalam putusan pengadilan
mengenai pidana dengan syarat ditentukan syarat umum dan syarat khusus.
3.
Syarat umum adalah Anak tidak
akan melakukan tindak pidana lagi selama menjalani masa pidana dengan syarat.
4.
Syarat khusus adalah untuk
melakukan atau tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam putusan
hakim dengan tetap memperhatikan kebebasan Anak.
5.
Masa pidana dengan syarat khusus
lebih lama daripada masa pidana dengan syarat umum.
6.
Jangka waktu masa pidana dengan
syarat) paling lama 3 (tiga) tahun.
7.
Selama menjalani masa pidana
dengan syarat, Penuntut Umum melakukan pengawasan dan Pembimbing
Kemasyarakatan melakukan pembimbingan agar Anak menempati persyaratan yang
telah ditetapkan.
Selama
Anak menjalani pidana dengan syarat Anak harus mengikuti wajib belajar 9
(sembilan) tahun (Pasal 73 ayat 1 s/d 8)
|
|||
7.
|
Pidana Pokok : 2. pidana dengan syarat
1) pembinaan di luar lembaga
|
1.
Dalam hal Hakim memutuskan bahwa
Anak dibina di luar lembaga maka lembaga tempat pendidikan dan pembinaan
ditentukan dalam putusannya (Pasal 74)
2.
Pidana pembinaan di luar lembaga
dapat berupa keharusan:
a.
mengikuti program pembimbingan
dan penyuluhan yang dilakukan oleh pejabat pembina;
b.
mengikuti terapi di rumah sakit
jiwa; atau
c.
mengikuti terapi akibat
penyalahgunaan alkohol, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (Pasal
75 ayat 1)
3.
Jika selama pembinaan anak
melanggar syarat khusus, pejabat pembina dapat mengusulkan kepada hakim
pengawas untuk memperpanjang masa pembinaan yang lamanya tidak melampaui
maksimum 2 (dua) kali masa pembinaan yang belum dilaksanakan (Pasal 75 ayat
2)
|
|||
8.
|
Pidana Pokok :
pidana dengan syarat
2) pelayanan masyarakat;
|
1.
Pidana pelayanan masyarakat
merupakan pidana yang dimaksudkan untuk mendidik Anak dengan meningkatkan
kepeduliannya pada kegiatan kemasyarakatan yang positif (Pasal 76 ayat 1).
Yang
dimaksud dengan “pelayanan masyarakat” adalah kegiatan membantu pekerjaan di
lembaga pemerintah atau lembaga kesejahteraan sosial. Bentuk pelayanan
masyarakat misalnya membantu lansia, orang cacat, atau anak yatim piatu di
panti dan membantu administrasi ringan di kantor kelurahan.
2.
Jika Anak tidak memenuhi seluruh
atau sebagian kewajiban dalam menjalankan pidana pelayanan masyarakat tanpa
alasan yang sah, pejabat pembina dapat mengusulkan kepada hakim pengawas
untuk memerintahkan Anak tersebut mengulangi seluruh atau sebagian pidana
pelayanan masyarakat yang dikenakan terhadapnya (Pasal 76 ayat 2).
3.
Pidana pelayanan masyarakat
untuk Anak dijatuhkan paling singkat 7 (tujuh) jam dan paling lama 120
(seratus dua puluh) jam (Pasal 76 ayat 3).
|
|||
9.
|
Pidana Pokok :
pidana dengan syarat
3) pengawasan
|
1.
Pidana pengawasan yang dapat
dijatuhkan kepada Anak paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua)
tahun (Pasal 77 ayat 1)
Yang
dimaksud dengan “pidana pengawasan” adalah pidana yang khusus dikenakan untuk
Anak, yakni pengawasan yang dilakukan oleh Penuntut Umum terhadap perilaku
Anak dalam kehidupan sehari-hari di rumah Anak dan pemberian bimbingan yang
dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan.
2.
Dalam hal Anak dijatuhi pidana
pengawasan, Anak ditempatkan di bawah pengawasan Penuntut Umum dan dibimbing
oleh Pembimbing Kemasyarakatan (Pasal 77 ayat 2)
|
|||
10.
|
Pidana Pokok : 3. pelatihan kerja;
|
1.
Pidana pelatihan kerja
dilaksanakan di lembaga yang melaksanakan pelatihan kerja yang sesuai dengan
usia Anak (Pasal 78 ayat 1).
Yang
dimaksud dengan “lembaga yang melaksanakan pelatihan kerja” antara lain balai
latihan kerja, lembaga pendidikan vokasi yang dilaksanakan, misalnya, oleh
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
ketenagakerjaan, pendidikan, atau sosial
2.
Pidana pelatihan kerja dikenakan
paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun (Pasal 78 ayat
1)
|
|||
11.
|
Pidana Pokok : 4. pembinaan dalam lembaga;
|
1.
Pidana pembatasan kebebasan
diberlakukan dalam hal Anak melakukan tindak pidana berat atau tindak pidana yang
disertai dengan kekerasan (Pasal 79 ayat 1)
2.
Pidana pembatasan kebebasan yang
dijatuhkan terhadap Anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum pidana
penjara yang diancamkan terhadap orang dewasa (Pasal 79 ayat 2).
3.
Pidana pembinaan di dalam
lembaga dilakukan di tempat pelatihan kerja atau lembaga pembinaan yang
diselenggarakan, baik oleh pemerintah maupun swasta (Pasal 80 ayat 1).
4.
Pidana pembinaan di dalam
lembaga dijatuhkan apabila keadaan dan perbuatan Anak tidak membahayakan
masyarakat (Pasal 80 ayat 1).
5.
Pembinaan dalam lembaga
dilaksanakan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan (Pasal 80 ayat 3).
6.
Anak yang telah menjalani 1/2
(satu perdua) dari lamanya pembinaan di dalam lembaga dan tidak kurang dari 3
(tiga) bulan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat
|
|||
12.
|
Pidana Pokok : 5. penjara.
|
1.
Minimum khusus pidana penjara
tidak berlaku terhadap Anak (Pasal 79 ayat 3).
2.
Ketentuan mengenai pidana
penjara dalam KUHP berlaku juga terhadap Anak sepanjang tidak bertentangan
dengan Undang-Undang ini (Pasal 79 ayat 4).
3.
Anak dijatuhi pidana penjara di
LPKA apabila keadaan dan perbuatan Anak akan membahayakan masyarakat (Pasal
81 ayat 1)
4.
Pidana penjara yang dapat
dijatuhkan kepada Anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman
pidana penjara bagi orang dewasa (Pasal 81 ayat 2).
5.
Pembinaan di LPKA dilaksanakan
sampai Anak berumur 18 (delapan belas) tahun (Pasal 81 ayat 3).
6.
Anak yang telah menjalani 1/2
(satu perdua) dari lamanya pembinaan di LPKA dan berkelakuan baik berhak
mendapatkan pembebasan bersyarat (Pasal 81 ayat 4).
7.
Pidana penjara terhadap Anak
hanya digunakan sebagai upaya terakhir (Pasal 81 ayat 5).
8.
Jika tindak pidana yang
dilakukan Anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun (Pasal 81 ayat 6).
|
|||
13.
|
Jenis Pidana Tambahan
|
Pidana
tambahan terdiri atas:
a.
perampasan keuntungan yang
diperoleh dari tindak pidana; atau
b.
pemenuhan kewajiban adat (Pasal
71 ayat 3)
|
Pidana tambahan, berupa :
a.
perampasan
barang-barang tertentu dan atau
b.
pembayaran
ganti rugi (Pasal 23 ayat 3)
Pembayaran ganti rugi yang dijatuhkan sebagai pidana
tambahan merupakan tanggung jawab dari orang tua atau orang lain yang menjalankan kekuasaan orang tua.
|
||
14.
|
Pidana tambahan:
a. perampasan
keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana
|
||||
15.
|
Pidana tambahan ;
b. pemenuhan kewajiban
adat.
|
Yang
dimaksud dengan “kewajiban adat” adalah denda atau tindakan yang harus
dipenuhi berdasarkan norma adat setempat yang tetap menghormati harkat dan
martabat Anak serta tidak membahayakan kesehatan fisik dan mental Anak (Penjelasan
Pasal Pasal 71 Ayat (2) Huruf b)
|
|||
16.
|
Pidana Denda Bagi Anak
|
Apabila
dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda,
pidana denda diganti dengan pelatihan kerja (Pasal 71 ayat 3).
Catatan :
-
Dalam diversi ada ganti rugi.
-
Dalam pidana tidak ada denda,
tidak ada ganti rugi tetapi ada pemenuhan adat.
|
1.
Pidana denda
yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal paling banyak 1/2 (satu per dua) dari
maksimum ancaman pidana denda bagi orang
dewasa.
2.
Apabila pidana
denda ternyata tidak dapat dibayar maka diganti dengan wajib latihan kerja.
3.
Wajib latihan
kerja sebagai pengganti denda dilakukan paling lama 90 (sembilan puluh) hari
kerja dan tidak lebih dari 4
(empat) jam sehari serta tidak dilakukan pada malam hari (Pasal
28)
|
||
17.
|
Jenis Tindakan
|
1.
pengembalian kepada orang
tua/Wali;
2.
penyerahan kepada seseorang;
3.
perawatan di rumah sakit jiwa;
4.
perawatan di LPKS;
5.
kewajiban mengikuti pendidikan
formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;
6.
pencabutan surat izin mengemudi dan/atau
7.
perbaikan akibat tindak pidana
(Pasal 82 ayat 1).
|
1.
mengembalikan kepada orang tua,
wali, atau orang tua asuh;
2.
menyerahkan kepada negara untuk
mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja; atau
3.
menyerahkan kepada Departemen
Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak dibidang
pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.
4.
Tindakan dapat disertai dengan
teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh Hakim (Pasal 24 ayat 1)
|
||
18.
|
Tindakan :
1. pengembalian kepada orang tua/Wali;
|
Tindakan
dapat diajukan oleh Penuntut Umum dalam tuntutannya, kecuali tindak pidana
diancam dengan pidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun (Pasal 82 ayat
3)
|
|||
19.
|
Tindakan :
2. penyerahan kepada seseorang;
|
Tindakan
penyerahan Anak kepada seseorang dilakukan untuk kepentingan Anak yang
bersangkutan (Pasal 83 ayat 1)
Penyerahan
kepada seseorang” adalah penyerahan kepada orang dewasa yang dinilai cakap,
berkelakuan baik, dan bertanggung jawab, oleh Hakim serta dipercaya oleh
Anak.
|
|||
20.
|
Tindakan :
3. perawatan di rumah sakit jiwa;
|
Tindakan
perawatan terhadap Anak dimaksudkan untuk membantu orang tua/Wali dalam
mendidik dan memberikan pembimbingan kepada Anak yang bersangkutan (Pasal 83
ayat 2)
Tindakan
ini diberikan kepada Anak yang pada waktu melakukan tindak pidana menderita
gangguan jiwa atau penyakit jiwa.
|
|||
21.
|
Tindakan :
4. perawatan di LPKS;
|
1.
Tindakan dapat diajukan oleh
Penuntut Umum dalam tuntutannya, kecuali tindak pidana diancam dengan pidana
penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun (Pasal 82 ayat 3)
2.
Tindakan dikenakan paling lama 1
(satu) tahun (Pasal 82 ayat 2).
|
|||
22.
|
Tindakan :
5. kewajiban
mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah
atau badan swasta;
|
1.
Tindakan dapat diajukan oleh
Penuntut Umum dalam tuntutannya, kecuali tindak pidana diancam dengan pidana
penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun (Pasal 82 ayat 3)
2.
Tindakan dikenakan paling lama 1
(satu) tahun (Pasal 82 ayat 2).
|
|||
23.
|
Tindakan :
6. pencabutan surat
izin mengemudi; dan/atau
|
1.
Tindakan dapat diajukan oleh
Penuntut Umum dalam tuntutannya, kecuali tindak pidana diancam dengan pidana
penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun (Pasal 82 ayat 3)
2.
Tindakan dikenakan paling lama 1
(satu) tahun (Pasal 82 ayat 2).
|
|||
24.
|
Tindakan :
7. perbaikan
akibat tindak pidana.
|
Misalnya
memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh tindak pidananya dan memulihkan
keadaan sesuai dengan sebelum terjadinya tindak pidana (Penjelasan Pasal 82
ayat 1 huruf g)
|
|||
25.
|
Sistem/Aturan Penjatuhan
Pidana berbentuk Pembatasan Kebebasan atau Penjara
|
1.
Pidana pembatasan kebebasan yang
dijatuhkan terhadap Anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum pidana
penjara yang diancamkan terhadap orang dewasa (Pasal 79 ayat 2)
2.
Pidana penjara yang dapat
dijatuhkan kepada Anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana
penjara bagi orang dewasa (Pasal 81 ayat 2)
3.
Minimum khusus pidana penjara
tidak berlaku terhadap Anak (Pasal 79 ayat 3)
4.
Pidana penjara terhadap Anak
hanya digunakan sebagai upaya terakhir (Pasal 81 ayat 5)
5.
Jika tindak pidana yang
dilakukan Anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun (Pasal 81 ayat
6)
Catatan
-
Anak yang belum
berusia 14 (empat belas) tahun hanya dapat dikenai tindakan (Pasal 69 ayat 2).
-
Anak belum berumur
12 tahun melakukan tindak pidana maka Penyidik, PK, PSP, mengambil keputusan
dan Keputusan ini diserahkan ke pengadilan agar anak diserahkan kembali
kepada orang tua; atau diikutsertakan dalam program pendidikan, pembinaan,
dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS (Pasal 21)
|
1.
Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada
Anak Nakal paling lama 1/2 (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana
penjara bagi orang dewasa (Pasal 26 ayat 1)
2.
Apabila Anak Nakal melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka
pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama
10 (sepuluh) tahun (Pasal 26 ayat 2)
3.
Apabila Anak Nakal belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang diancam pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup, maka terhadap Anak Nakal tersebut
hanya dapat dijatuhkan tindakan (Pasal 26 ayat 3)
4. Apabila Anak Nakal belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang tidak diancam pidana mati
atau tidak diancam pidana penjara seumur hidup, maka terhadap Anak
Nakal tersebut dijatuhkan salah satu tindakan (Pasal 26 ayat 3)
|
||
26.
|
Penempatan Anak yang dijatuhi pidana penjara
|
1.
Anak yang dijatuhi pidana
penjara ditempatkan di LPKA (Pasal 85 ayat 1).
Apabila
di dalam suatu daerah belum terdapat LPKA, Anak dapat ditempatkan di Lembaga
Pemasyarakatan yang penempatannya terpisah dari orang dewasa.
2.
Pembinaan di LPKA dilaksanakan
sampai Anak berumur 18 (delapan belas) tahun (Pasal 81 ayat 3)
3.
Anak yang telah menjalani 1/2
(satu perdua) dari lamanya pembinaan di LPKA dan berkelakuan baik berhak mendapatkan
pembebasan bersyarat (Pasal 81 ayat 4)
4.
Anak yang belum selesai
menjalani pidana di LPKA dan telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun
dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan pemuda (Pasal 86 ayat 1)
Penempatan
Anak di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan dengan menyediakan blok tertentu
bagi mereka yang telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun sampai dengan
umur 21 (dua puluh satu) tahun.
5.
Dalam hal Anak telah mencapai
umur 21 (dua puluh satu) tahun, tetapi belum selesai menjalani pidana, Anak
dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan dewasa dengan memperhatikan
kesinambungan pembinaan Anak (Pasal 86 ayat 2)
6.
Dalam hal tidak terdapat lembaga
pemasyarakatan pemuda, Kepala LPKA dapat memindahkan Anak ke lembaga
pemasyarakatan dewasa berdasarkan rekomendasi dari Pembimbing Kemasyarakatan
(Pasal 86 ayat 3
|
Anak Didik Pemasyarakatan ditempatkan di Lembaga
Pemasyarakatan Anak yang harus terpisah dari orang dewasa
|
||
27.
|
Peninjauan
Kembali Terhadap Perkara Anak
|
Terhadap
putusan pengadilan mengenai perkara Anak yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, dapat dimohonkan peninjauan kembali oleh:
-
Anak,
-
orang tua/Wali, dan/atau
-
Advokat atau pemberi bantuan
hukum lainnya
kepada
Ketua Mahkamah Agung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
(Pasal 51)
|
Terhadap putusan pengadilan mengenai perkara Anak Nakal
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat dimohonkan peninjauan kembali oleh:
-
anak dan atau
orang tua, wali, orang tua asuh, atau
-
Penasihat
Hukumnya
kepada Mahkamah Agung sesuai dengan ketentuan Undang-
undang yang berlaku (Pasal 20)
|
||
28.
|
Hak Anak Korban dan Anak Saksi
|
1.
Anak Korban dan/atau Anak Saksi
berhak atas semua pelindungan dan hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan (Pasal 89)
2.
Upaya rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga, jaminan
keselamatan, baik fisik, mental, maupun sosial; dan kemudahan dalam
mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara (Pasal 90).
3.
Merujuk ke instansi atau lembaga
yang menangani pelindungan anak atau lembaga kesejahteraan sosial anak (Pasal
91 ayat 1).
4.
Dalam hal Anak Korban memerlukan
tindakan pertolongan segera, Penyidik, tanpa laporan sosial dari Pekerja
Sosial Profesional, dapat langsung merujuk Anak Korban ke rumah sakit atau
lembaga yang menangani pelindungan anak sesuai dengan kondisi Anak Korban (Pasal
91 ayat 2)
5.
Berdasarkan hasil Penelitian
Kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan dan laporan sosial dari Pekerja
Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial, Anak, Anak Korban,
dan/atau Anak Saksi berhak memperoleh rehabilitasi medis, rehabilitasi
sosial, dan reintegrasi sosial dari lembaga atau instansi yang menangani
pelindungan anak (Pasal 91 ayat 3)
6.
Anak Korban dan/atau Anak Saksi
yang memerlukan pelindungan dapat memperoleh pelindungan dari lembaga yang
menangani pelindungan saksi dan korban atau rumah perlindungan sosial (Pasal
91 ayat 4)
|
|||
29.
|
Petugas Pemasyarakatan
|
Petugas kemasyarakatan
terdiri atas (Pasal 63):
a.
Pembimbing
Kemasyarakatan;
-
Pejabat
fungsional penegak hukum yang melaksanakan penelitian kemasyarakatan,
pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap Anak di dalam dan di luar
proses peradilan pidana (Pasal 1 angka 13);
-
Berijazah paling rendah diploma tiga (D-3)
bidang ilmu sosial atau lulusan SMK/SMA tetapi telah berpengalaman bekerja
sebagai pembantu PK (Pasal 64 ayat 2 a);
-
pangkat/golongan ruang paling rendah
Pengatur Muda Tingkat I/ II/b (Pasal 64 ayat 2 c )
b.
Pekerja Sosial
Profesional;
-
Seseorang yang
bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta, yang memiliki kompetensi
dan profesi pekerjaan sosial serta kepedulian dalam pekerjaan sosial yang
diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktik
pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas pelayanan dan penanganan masalah
sosial Anak (Pasal 1 angka 14)
-
berijazah
paling rendah strata satu (S-1) atau diploma empat (D-4) di bidang pekerjaan
sosial atau kesejahteraan sosial;
-
lulus uji
kompetensi sertifikasi Pekerja Sosial Profesional oleh organisasi profesi di
bidang kesejahteraan sosial.
c.
Tenaga
Kesejahteraan Sosial
-
Seseorang yang
dididik dan dilatih secara profesional untuk melaksanakan tugas pelayanan dan
penanganan masalah sosial dan/atau seseorang yang bekerja, baik di lembaga
pemerintah maupun swasta, yang ruang lingkup kegiatannya di bidang
kesejahteraan sosial Anak (Pasal 1 angka 15)
-
berijazah
paling rendah sekolah menengah atas pekerjaan sosial atau kesejahteraan
sosial atau sarjana nonpekerja sosial atau kesejahteraan sosial;
|
Petugas kemasyarakatan terdiri dari :
a.
Pembimbing
Kemasyarakatan dari Departemen Kehakiman;
b.
Pekerja Sosial
dari Departemen Sosial; dan
c.
Pekerja Sosial
Sukarela dari Organisasi Sosial Kemasyarakatan (Pasal 33)
|
||
30.
|
Register Perkara Anak
|
Register perkara:
-
Anak dan
-
Anak Korban
wajib dibuat secara khusus oleh lembaga yang menangani perkara Anak.
Khusus
untuk lingkungan MA ditambah dengan register Diversi (lihat www.badilum.info)
|
|||
31.
|
Kewajiban Merahasiakan
Perkara Anak
|
1.
Identitas Anak, Anak Korban,
dan/atau Anak Saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak
ataupun elektronik (Pasal 19 ayat 1).
2.
Identitas meliputi nama Anak,
nama Anak Korban, nama Anak Saksi, nama orang tua, alamat, wajah, dan hal
lain yang dapat mengungkapkan jati diri Anak, Anak Korban, dan/atau Anak
Saksi (Pasal 19 ayat 1).
3.
Pembacaan putusan pengadilan
dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan dapat tidak dihadiri oleh
Anak (Pasal 61 ayat 1)
4.
Identitas Anak, Anak Korban,
dan/atau Anak Saksi tetap harus dirahasiakan oleh media massa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 dengan hanya menggunakan inisial tanpa gambar (Pasal
61 ayat 2)
|
1.
Proses penyidikan terhadap
perkara Anak Nakal wajib dirahasiakan (Pasal 42 ayat 3)
2.
Pemberitaan mengenai perkara
anak mulai sejak penyidikan sampai saat sebelum pengucapan putusan pengadilan
menggunakan singkatan dari nama anak, orang tua, wali, atau orang tua asuhnya
(Pasal 8 ayat 5).
Tanpa
mengurangi hak yang dijamin dalam peraturan perundang-undangan atau kode etik
penyiaran berita, pemberitaan mengenai hal yang terkait dengan perkara anak
perlu dibatasi. Oleh karena itu, sejak penyidikan sampai sebelum putusan
pengadilan dijatuhkan, nama pihak-pihak yang terkait dengan perkara anak digunakan
singkatan.
|
||
32.
|
Bantuan Hukum Bagi Anak
|
-
Wajib diberikan
kepada anak:
Menurut Pasal 23 ayat 1 UU SPPA, Dalam setiap tingkat
pemeriksaan, Anak wajib diberikan bantuan hukum dan didampingi oleh
Pembimbing Kemasyarakatan atau pendamping lain.
-
Hak anak;
Menurut Pasal 3 huruf c UU SPPA Setiap Anak dalam proses
peradilan pidana berhak “memperoleh
bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif”
Menurut Pasal 40 ayat (1) Pejabat yang melakukan
penangkapan atau penahanan wajib memberitahukan kepada Anak dan orang
tua/Wali mengenai hak memperoleh bantuan hukum
Penjelasan :
Pasal 40 Ayat (1) Ketentuan bantuan hukum
mengacu Undang-Undang tentang Bantuan Hukum. Pemberitahuan mengenai hak
memperoleh bantuan hukum dilakukan secara tertulis, kecuali apabila Anak dan
orang tua/Wali tidak dapat membaca, pemberitahuan dilakukan secara lisan.
|
|||
33.
|
Hal yang menyebabkan
batal demi hukum
|
1.
Penangkapan
atau penahanan terhadap Anak batal demi hukum, jika Pejabat yang melakukan penangkapan atau
penahanan tidak memberitahukan kepada Anak dan orang tua/Wali mengenai hak
memperoleh bantuan hukum (Pasal 40 ayat 1 dan 2 UU SPPA).
2.
Sidang anak
batal demi hukum jika Hakim tidak memerintahkan orang tua/Wali atau
pendamping, Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan Pembimbing
Kemasyarakatan untuk mendampingi Anak (Pasal 55 UU SPPA).
3.
Putusan batal
demi hukum jika dalam Putusan Hakim tidak dipertimbangkan laporan penelitian
kemasyarakatan (Pasal 60 UU SPPA).
Penjelasan Pasal 60 ayat 4 : Batal demi hukum dalam ketentuan ini
adalah tanpa dimintakan untuk dibatalkan dan putusan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat.
|
Putusan wajib mempertimbangkan laporan
penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan (Pasal 59 ayat 2)
Yang dimaksud dengan "wajib" dalam
ayat ini adalah apabila ketentuan ini tidak dipenuhi, mengakibatkan putusan
batal demi hukum
|
||
34.
|
Sanksi Administrtatif Bagi Pejabat dan
Petugas pelaksana UU SPPA
|
Dikenai sanksi administrative Pejabat atau
petugas yang melanggar ketentuan dalam :
-
Pasal 7 ayat 1
(Penyidik/Penunut tumum/Hakim Wajib melakukan Diversi);
-
Pasal 14 ayat 2 (PK
wajib memdampingi)
-
Pasal 17
(Penyidik/Penunut tumum/Hakim Wajib member Perlindungan Khusus pada anak)
-
Pasal 18 (PK,
PSP, TKS, , Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, Advokat atau pemberi bantuan
hukum wajib memperhatikan kepentingan terbaik bagi Anak dan mengusahakan
suasana kekeluargaan)
-
Pasal 21 ayat 3 (Bapas wajib melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan
program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan kepada Anak)
-
Pasal 27 ayat 1
(Penyidik
wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan setelah
tindak pidana dilaporkan atau diadukan)
-
Pasal 27 ayat 3 (Dalam hal melakukan pemeriksaan terhadap
Anak Korban dan Anak Saksi, Penyidik wajib meminta laporan sosial dari
Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial)
-
Pasal 29 ayat 1
(Penyidik wajib mengupayakan Diversi dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari
setelah penyidikan dimulai)
-
Pasal 39 (petugas
tempat Anak ditahan harus segera mengeluarkan Anak demi hukum dalam hal jangka
waktu penahanan telah berakhir)
-
Pasal 42 ayat 1
(Penuntut
Umum wajib mengupayakan Diversi paling lama 7 (tujuh) hari setelah menerima
berkas perkara dari Penyidik)
-
Pasal 42 ayat 4 (Dalam hal Diversi gagal, Penuntut Umum
wajib menyampaikan berita acara Diversi dan melimpahkan perkara ke pengadilan
dengan melampirkan laporan hasil penelitian kemasyarakatan)
-
Pasal 55 ayat 1 (Hakim
wajib memerintahkan orang tua/Wali atau pendamping, Advokat atau pemberi
bantuan hukum lainnya, dan Pembimbing Kemasyarakatan untuk mendampingi Anak.)
-
Pasal 62
(Pengadilan wajib memberikan petikan putusan pada hari putusan diucapkan
kepada Anak atau Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, Pembimbing Kemasyarakatan,
dan Penuntut Umum dan wajib memberikan salinan putusan paling lama 5 (lima)
hari sejak putusan diucapkan kepada Anak atau Advokat atau pemberi bantuan
hukum lainnya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Penuntut Umum).
Catatan :
Pasal
52 ayat 2 Hakim wajib mengupayakan
Diversi paling lama 7 (tujuh) hari tidak diancam sanksi administrative
|
|||
35.
|
Sanksi Pidana Bagi Pejabat dan Petugas
pelaksana UU SPPA
|
1.
Penyidik,
Penuntut Umum, dan Hakim yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban melakukan
Diversi (Pasal 96); penjara 2 tahun/denda 200 juta
2.
Hakim yang
dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban mengeluarkan anak yang habis
tahanannya (Pasal 100);
penjara 2 tahun;
3.
Pejabat
pengadilan yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban memberikan petikan
putusan dan putusan (Pasal 101); penjara 2 tahun;
Menurut
Putusan MK No. 110/PUU-x/2012 :
-
Pasal 96,
-
Pasal 100 dan
-
Pasal 101 UU No.11 Tahun 2012
bertentangan
dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
4.
Pasal 97, Setiap orang yang melanggar kewajiban dalam Pasal 19 ayat 1 yakni Identitas Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi
wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik;
penjara 5 tahun/denda 500 juta.
5.
Pasal 98, Penyidik yang dengan sengaja tidak melaksanakan
kewajiban dalam Pasal 33 ayat 3 yakni Dalam
hal jangka waktu penahanan telah berakhir, Anak wajib dikeluarkan demi hukum;
penjara 2 tahun.
6.
Pasal 99, Penuntut Umum yang dengan sengaja tidak melaksanakan
kewajiban Pasal 34 ayat 3 yakni dalam
hal jangka waktu penahanan telah berakhir, Anak wajib dikeluarkan demi hukum;
penjara 2 tahun.
|
|||
36.
|
Penetapan Ketua Pengadilan Terkait Perkara Anak
|
1.
Penetapan Kesepakatan Diversi
-
Pasal 29 ayat 3/42 ayat 3/52 ayat 5, jika Diversi
berhasil mencapai kesepakatan, Penyidik/Penuntut Umum/Hakim
menyampaikan berita acara Diversi beserta Kesepakatan Diversi kepada ketua
pengadilan negeri untuk dibuat penetapan
-
Pasal 12 ayat
1, 2 dan 3, Hasil kesepakatan Diversi disampaikan oleh atasan langsung
pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat pemeriksaan ke
pengadilan negeri dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak kesepakatan
dicapai untuk memperoleh PENETAPAN dan Penetapan tersebut disampaikan kepada
Pembimbing Kemasyarakatan, Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim dalam waktu
paling lama 3 (tiga) hari sejak ditetapkan
2.
Penetapan Anak di bawah Batas Umur Yang
Melakukan Tindak Pidana
Pasal 21, Anak belum berumur 12 tahun melakukan
tindak pidana maka Penyidik, PK dan PSP mengambil keputusan dan Keputusan ini
diserahkan ke pengadilan untuk DITETAPKAN dalam waktu paling lama 3 (tiga)
hari
3.
Penetapan Barang Bukti
Penetapan
pengadilan mengenai penyitaan barang bukti dalam perkara Anak harus
ditetapkan paling lama 2 (dua) hari (Pasal 36)
4.
Penetapan Hakim/Majelis Hakim Pemeriksa
Perkara Anak
Ketua pengadilan wajib menetapkan Hakim atau majelis hakim
untuk menangani perkara Anak paling lama 3 (tiga) hari setelah menerima
berkas perkara dari Penuntut Umum (Pasal 52
ayat 1)
5.
Penetapan Penahanan atau Perpanjangan
Penahanan
|
|||
Maksud dari pasal 79 ayat 3 gmn ya pak? Kalo ada perkara pencabulan di uu 35 th 2014 ancaman minimal 5 th maksimal 15 th. Pelaku anak, korban anak. Apakah dalam penjatuhan pidana pakai uu sppa yaitu pasal 71 ayat 3. Dimana jika ada pidana penjara dan denda maka denda diganti pelatihan kerja. Kemudian apakah benar ancaman minimum penjara tdk berlaku bagi anak ? Jd brp tuntutan utk si pelaku anak ini? Apakah maksimal setengah dr 15th kemudian tdk ada minimal pidana penjaranya? Kemudian apa maksud dr pidana pembatasan kebebasan dlm pasal 79 ayat 1 dan 2? Trims
BalasHapus* Maksud dari Pasal 79 ayat 3 UU SPPA: pidana penjara minimum khusus tidak berlaku terhadap Anak, Jika ada anak melanggar aturan yang ada ancaman pidana minimalnya maka ancaman tersebut tidak berlaku sehingga anak bisa dijatuhi pidana penjara dibawah minimal khusus, exs anak melakukan tindak pidana dengan ancaman minimal 5 tahun max 15 tahun maka ancaman min. 5 tahun tidak berlaku sehingga anak bisa dijatuhi pidana dibawah 5 tahun misalnya 1 tahun, dsb. Dengan demikian benar kata Ibu jika Ancaman minimum penjara tdk berlaku bagi anak.
Hapus*UU SPPA adalah UU lebih khusus dibandingkan dengan UU Perlindungan Anak, sehingga untuk pemidanaan terhadap Anak berlaku ketentuan UU SPPA. Jika dalam UU Perlindungan Anak ada ancaman pidana denda maka sesuai dengan ketentuan UU SPPA pidana denda tersebut diganti dengan pelatihan kerja.
* Maksud dr pidana pembatasan kebebasan dlm pasal 79 ayat 1 dan 2 UU SPPA :
Pasal 79 mengatur tentang pidana penjara terhadap Anak, hakekat dari pidana penjara adalah pembatasan kebebasan seseorang, dalam UU SPPA selain pidana penjara ada bentuk lain dari pidana pembatasan kebebasan terhadap anak yakni pembinaan dalam lembaga (Pasal 71 ayat 1 huruf d), dengan demikian sistem penjatuhan pidana penjara dalam pasal 79 berlaku pula untuk penjatuhan pidana pembinaan dalam lembaga karena keduanya merupakan pidana pembatasan kebebasan.
Demikian pendapat pribadi saya, terima kasih.
apakah anak yang dipidana penjara selama 7 bulan dapat mengajukan pembebasan bersyarat setelah 3 1/2 bulan menjalani hukuman? (seperti yang dijelaskan dalam pasal 80 dan 81 ayat 4).
BalasHapuspenahanan anak selama menjalani proses pemeriksaan, sidang hingga penetapan/vonis apakah juga termasuk dapat dihitung dari bagian untuk proses pembebasan bersyarat?
mohon penjelasannya, trms