Dalam pemeriksaan perkara biasa, KUHAP secara tegas menyatakan "pengadilan memutus perkara dengan hadirnya terdakwa kecuali ditentukan lain" (Pasal 196 ayat 1), kehadiran terdakwa semakin “diharuskan” karena ada ketentuan yang mewajibkan kepada hakim untuk memberitahukan terdakwa tentang segala apa yang menjadi haknya atas suatu putusan (Vide Pasal 196 ayat 3 KUHAP).
Banyak kalangan menyatakan kedua pasal tersebut haruslah dibaca secara an sich artinya tidak dimungkinkan hakim menjatuhkan putusan tanpa kehadiran terdakwa.
Menjadi hal relatif mudah penyelesaiannya secara yuridis jika terdakwa dari pertama tidak hadir maka :
- Dalam perkara tertentu dapat diputus secara in absentia , ex dalam perkara tindak pidana korupsi, pasal 38 ayat 1 UU No. 31 Tahun 1999 menyatakan "dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya"
- Dalam perkara tindak pidana pada umumnya, apabila terdakwa sudah berulang kali dipanggil tetapi tidak datang maka sesuai SEMA No. 1 Tahun 1981 tertanggal 22 Januari 1981, jika sejak semula tidak ada jaminan terdakwa dapat dihadapkan ke persidangan, perkara demikian dinyatakan tidak dapat diterima.
Dalam KUHAP tidak ada satupun ketentuan yang mengatur tentang hal tersebut, KUHAP dalam pasal 196 ayat 2 hanya mengatur “Dalam hal terdapat lebih dari seorang terdakwa dalam satu perkara, putusan dapat diucapkan dengan hadirnya terdakwa yang ada”, artinya putusan dapat diucapkan tanpa hadirnya para terdakwa secara lengkap. Tetapi ketentuan tersebut tidak memberikan dasar apabila terdakwanya tunggal.
Setelah lahirnya UU Kekuasaan Kehakiman yakni UU No. 48 tahun 2009, permasalahan tersebut mudah diselesaikan yakni dalam ketentuan Pasal 12 ayat 2 dinyatakan “ Dalam hal terdakwa tidak hadir, sedangkan pemeriksaan dinyatakan telah selesai, putusan dapat diucapkan tanpa dihadiri terdakwa”.
Artinya prinsip kehadiran terdakwa dalam putusan tidak mutlak, jika terdakwa tidak hadir tanpa alasan yang sah maka hakim dapat memutus tanpa kehadiran terdakwa dengan catatan :
- Terdakwa harus dinyatakan tidak hadir, artinya harus diupayakan pemanggilan yang patut dan bahkan memaksa.
- Proses pemeriksaan perkaranya telah selesai, KUHAP dalam pasal 182 ayat 1 huruf a menyatakan "Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana"; Pemeriksaan dinyatakan telah selesai apabila telah pemeriksaan alat bukti sebelum tuntutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar