Selasa, 09 September 2014

SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK BAGIAN 1




Pengertian sistem adalah


BAGIAN 1

No
PERIHAL
UU SPPA
(UU NO. 11 TAHUN 2012)
UU PENGADILAN ANAK
(UU NO. 3 TAHUN 1997)
1.        
Nama Undang-Undang
Sistem Peradilan Pidana Anak;
-Keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana (Pasal 1  Angka 1)
-Persidangan Anak yang dilakukan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum (Pasal 5 ayat 2 b).
Pengadilan Anak;
Pelaksana kekuasaan kehakiman yang berada di lingkungan Peradilan Umum (Pasal 2)
2.        
Ruang Lingkup Pengaturan
Anak Berhadapan dengan Hukum:
1. Anak yang berkonflik dengan Hukum/Anak,
2. Anak yang menjadi korban tindak pidana/Anak Korban,
3.Anak yang menjadi saksi tindak pidana/Anak Saksi(Pasal 1 angka 2 s/d 5)

Anak Nakal, Anak Negara, Anak Sipil, Anak Didik Pemasyarakatan, Anak Pidana.
3.        
Pengertian Anak
1.    Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana (Pasal 1 angka 3)
-       Anak yang sudah kawin dan belum berumur 18 (delapan belas) tahun tetap diberikan hak dan kewajiban keperdataan sebagai orang dewasa (Penjelasan Pasal 20)
Perbandingan
-       Pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindugan Anak,  Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
-       Pasal 45 KUHP, Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun..
-       Pasal 2 PERMA No. 4 Tahun 2014, .. telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun atau telah berumur 12 tahun meskipun pernah kawin tetapi belum berumur 18 tahun.
2.    Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana (Pasal 1 angka 4).
3.    Anak Saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.
Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin (Pasal 1 angka 1)





Perbandingan
-   Pasal 1 angka 2 UU No. 4 tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.
-   Menurut Pasal 1 angka 5 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, “Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya”.
-   Pasal 330 BW, Yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak kawin sebelumnya. Bila perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa.
4.        
Pihak Terkait Perkara Anak
1.       Penyidik anak.
2.       Penuntut Umum anak.
3.       Hakim anak.
4.       Hakim Banding anak.
5.       Hakim Kasasi anak.
6.       Pembimbing Kemasyarakatan
7.       Pekerja Sosial Profesional
8.       Tenaga Kesejahteraan Sosial
9.       Keluarga Wali Pendamping
10.   Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya
11.   Klien Anak
1.       Penyidik anak.
2.       Penuntut Umum anak.
3.       Hakim anak.
4.       Hakim Banding anak.
5.       Hakim Kasasi anak.
6.       Pembimbing Kemasyarakatan
7.       Pekerja Sosial
8.       Pekerja Sosial Sukarela
9.       Orang tua asuh
10.   Penasihat Hukum

11.   Anak Didik Pemasyarakatan
5.        
Lembaga Terkait Perkara Anak
1.       Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).
2.       Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS)
3.       Balai Pemasyarakatan (Bapas)
4.       Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS)
1.       Lembaga Pemasyarakatan Anak

2.       Rumah Tahanan Negara

3.       Balai Pemasyaraatan
4.       Lembaga pendidikan anak
6.        
Pendekatan Penyelesaian Perkara
Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif, dimana dalam Sistem Peradilan Pidana Anak wajib diupayakan Diversi (Pasal 5 ayat 1, 3).
Cat. RJ harus ada persetujuan korban, Diversi tidak selalu.
Tidak dikenal Keadilan Restoratif, yang dikenal diskresi.  Penjelasan UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki kewenangan diskresi, yaitu kewenangan untuk bertindak demi kepentingan umum berdasarkan penilaian sendiri.
7.        
Pengertian Keadilan Restoratif dan Diversi
-   Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan (Pasal 1 angka 6)
-   Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana (Pasal 1 angka7)
Ketentuan mengenai pedoman pelaksanaan proses Diversi, tata cara, dan koordinasi pelaksanaan Diversi diatur dengan PP (Pasal 15).

8.        
Tujuan Diversi
1.    mencapai perdamaian antara korban dan Anak;
2.    menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan;
3.    menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan;
4.    mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan
5.    menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak (Pasal 6)

9.        
Kewajiban melakukan Diversi
Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi (Pasal 7 ayat 1)
-       Penyidik wajib mengupayakan Diversi dalam waktu paling lama 7 hari setelah penyidikan dimulai (Pasal 29 ayat 1)
-       Penuntut Umum wajib mengupayakan Diversi paling lama 7 hari setelah menerima berkas perkara dari Penyidik (Pasal 42 ayat 1)
-       Hakim wajib mengupayakan Diversi paling lama 7 hari setelah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri sebagai Hakim (Pasal 52 ayat 2)
Tidak dikenal Diversi tetapi ada diskresi

10.    
Cara Melakukan Diversi
Diversi dilakukan melalui Musyawarah dengan melibatkan pihak-pihak terkait (Pasal 8 ayat 1)

11.    
Pihak-pihak yang harus hadir dalam Diversi
Diversi melibatkan :
1.     Anak dan orang tua/Walinya,
2.     Korban dan/atau orang tua/Walinya (Orang tua dan Wali korban dilibatkan dalam hal korban adalah anak)
3.     Pembimbing Kemasyarakatan, dan
4.     Pekerja Sosial Profesional
Dalam hal diperlukan, diversi dapat melibatkan :
5.     Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan/atau
6.     Masyarakat, antara lain tokoh agama, guru, dan tokoh masyarakat.
(Pasal 8 ayat 1 dan 2 )

12.    
Hal yang wajib diperhatikan dan dipertimbangankan dalam Diversi
1.    Proses Diversi wajib memperhatikan:
a.    kepentingan korban;
b.    kesejahteraan dan tanggung jawab Anak;
c.     penghindaran stigma negatif;
d.    penghindaran pembalasan;
e.    keharmonisan masyarakat; dan
f.     kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum (Pasal 8 ayat 3)
2.    Diversi harus mempertimbangkan:
a.    kategori tindak pidana;
Semakin rendah ancaman pidana semakin tinggi prioritas Diversi. Diversi tidak dimaksudkan untuk dilaksanakan terhadap pelaku tindak pidana yang serius, misalnya pembunuhan, pemerkosaan, pengedar narkoba, dan terorisme, yang diancam pidana di atas 7 (tujuh) tahun.
b.    umur Anak;
Semakin muda umur anak semakin tinggi prioritas Diversi
c.     hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas; dan
d.    dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat (Pasal 9 ayat 1)

13.    
Syarat dilakukan diversi
Diversi dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan:
a.    diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan
b.    bukan merupakan pengulangan tindak pidana; yang dilakukan oleh Anak, baik tindak pidana sejenis maupun tidak sejenis, termasuk tindak pidana yang diselesaikan melalui Diversi (Pasal 7 ayat 2)

14.    
Hasil dari Diversi
1.    Diversi berhasil menghasilkan kesepakatan.
Hasil kesepakatan dituangkan dalam bentuk kesepakatan Diversi.  Kesepakatan Diversi dalam ketentuan ini ditandatangani oleh para pihak yang terlibat (Pasal 12 ayat 1 dan Penjelasannya).
2.    Diversi tidak berhasil menghasilkan kesepakatan.

15.    
Syarat Kesepakatan Diversi

1.    Harus mendapatkan persetujuan :
-       korban dan/atau
-       keluarga Anak Korban, dalam hal korban adalah Anak di bawah umur.  
2.    Kesediaan Anak dan keluarganya (Pasal 9 ayat 2)

16.    
Bentuk kesepakatan diversi dengan Persetujuan Korban
1.    perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian;
2.    penyerahan kembali kepada orang tua/Wali
3.    keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau
4.    pelayanan masyarakat (Pasal 11)

17.    
Kesepakatan Diversi tanpa persetujuan korban
Kesepakatan Diversi harus mendapatkan persetujuan korban kecuali untuk :
a.    tindak pidana yang berupa pelanggaran;
b.    tindak pidana ringan; yang diancam dengan pidana penjara atau pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan.
c.     tindak pidana tanpa korban; atau
d.    nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat (Pasal 9 ayat 2)

18.    
Cara membuat Kesepakatan Diversi tanpa Persetujuan Korban
1.    Dapat dilakukan oleh penyidik bersama pelaku dan/atau keluarganya, Pembimbing Kemasyarakatan, serta dapat melibatkan tokoh masyarakat.
2.    Kesepakatan Diversi dilakukan oleh Penyidik atas rekomendasi Pembimbing Kemasyarakatan;
(Pasal 10 ayat 1 dan 2)

19.    
Bentuk Kesepakatan Diversi Tanpa Persetujuan Korban
1.    pengembalian kerugian dalam hal ada korban;
2.    rehabilitasi medis dan psikososial;
3.    penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;
4.    keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau
5.    pelayanan masyarakat paling lama 3 (tiga) bulan  (Pasal 10 ayat 2)

20.    
Langkah Hukum Terhadap Hasil Kesepakatan Diversi
1.    Hasil kesepakatan Diversi disampaikan oleh atasan langsung pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat pemeriksaan ke pengadilan negeri sesuai dengan daerah hukumnya dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak kesepakatan dicapai untuk memperoleh PENETAPAN.
2.    PENETAPAN dilakukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak diterimanya kesepakatan Diversi.
3.    PENETAPAN disampaikan kepada Pembimbing Kemasyarakatan, Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak ditetapkan.
4.    Setelah menerima PENETAPAN, Penyidik menerbitkan penetapan penghentian penyidikan atau Penuntut Umum menerbitkan penetapan penghentian penuntutan (Pasal 12 ayat 1 s/d 5)

21.    
Pengawasan Proses , Kesepakatan dan Pelaksanaan Kesepakatan Diversi
1.    Pengawasan atas proses Diversi dan pelaksanaan kesepakatan yang dihasilkan berada pada atasan langsung pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat pemeriksaan antara lain kepala kepolisian, kepala kejaksaan, dan ketua pengadilan.
2.    Selama proses Diversi berlangsung sampai dengan kesepakatan Diversi dilaksanakan, Pembimbing Kemasyarakatan wajib melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan (Pasal 14 ayat 1 dan 2)

22.    
Kesepakatan Diversi Tidak Dilaksanakan
1.    Pembimbing Kemasyarakatan segera melaporkannya kepada pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat pemeriksaan antara lain kepala kepolisian, kepala kejaksaan, dan ketua pengadilan.
2.    Laporan tersebut sekaligus berisi rekomendasi.
3.    Pejabat yang bertanggung jawab (kepala kepolisian, kepala kejaksaan, dan ketua pengadilan) wajib menindaklanjuti laporan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari (Pasal 14 ayat 3 s/d 4)

23.    
Akibat Hukum Diversi tidak berhasil atau Kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan
Proses peradilan pidana Anak dilanjutkan (Pasal 13)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pra Peradilan dan Permasalahannya

Catatan tentang Istilah,  Biaya Perkara,  Materi dan Acara Pemeriksaan   Praperadilan A. Istilah  Permasalahan pertama yang terlihat se...