BAGIAN 1
No
|
PERIHAL
|
UU SPPA
(UU NO. 11 TAHUN
2012)
|
UU PENGADILAN
ANAK
(UU NO. 3 TAHUN
1997)
|
1.
|
Nama Undang-Undang
|
Sistem Peradilan Pidana
Anak;
-Keseluruhan
proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap
penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana (Pasal 1 Angka
1)
-Persidangan Anak
yang dilakukan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum (Pasal 5 ayat 2
b).
|
Pengadilan Anak;
Pelaksana kekuasaan
kehakiman yang berada di lingkungan Peradilan Umum (Pasal 2)
|
2.
|
Ruang Lingkup
Pengaturan
|
Anak Berhadapan dengan
Hukum:
1. Anak yang
berkonflik dengan Hukum/Anak,
2. Anak yang
menjadi korban tindak pidana/Anak Korban,
3.Anak yang
menjadi saksi tindak pidana/Anak Saksi(Pasal 1 angka 2 s/d
5)
|
Anak Nakal, Anak
Negara, Anak Sipil, Anak Didik
Pemasyarakatan, Anak Pidana.
|
3.
|
Pengertian Anak
|
1.
Anak adalah
anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun,
tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak
pidana (Pasal 1 angka 3)
-
Anak yang sudah
kawin dan belum berumur 18 (delapan belas) tahun tetap diberikan hak dan
kewajiban keperdataan sebagai orang dewasa (Penjelasan Pasal 20)
Perbandingan
-
Pasal 1 angka 1
UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindugan Anak, Anak adalah seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
-
Pasal 45 KUHP, Dalam hal
penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu
perbuatan sebelum umur enam belas tahun..
-
Pasal 2 PERMA No. 4 Tahun 2014, .. telah
berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun atau telah berumur 12 tahun
meskipun pernah kawin tetapi belum berumur 18 tahun.
2.
Anak Korban adalah anak yang belum berumur
18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau
kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana (Pasal 1 angka 4).
3.
Anak Saksi adalah anak yang belum berumur 18
(delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu
perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.
|
Anak adalah orang yang
dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai
umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin (Pasal 1 angka 1)
Perbandingan
-
Pasal 1 angka 2
UU No. 4 tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, Anak adalah seseorang yang
belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.
-
Menurut Pasal 1 angka 5 UU
No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, “Anak adalah setiap manusia yang
berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak
yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya”.
-
Pasal 330 BW, Yang
belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak
kawin sebelumnya. Bila perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh
satu tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa.
|
4.
|
Pihak Terkait Perkara Anak
|
1.
Penyidik anak.
2.
Penuntut Umum
anak.
3.
Hakim anak.
4.
Hakim Banding
anak.
5.
Hakim Kasasi
anak.
6.
Pembimbing Kemasyarakatan
7.
Pekerja Sosial Profesional
8.
Tenaga Kesejahteraan Sosial
9.
Keluarga Wali Pendamping
10. Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya
11. Klien Anak
|
1.
Penyidik anak.
2.
Penuntut Umum
anak.
3.
Hakim anak.
4.
Hakim Banding
anak.
5.
Hakim Kasasi
anak.
6.
Pembimbing Kemasyarakatan
7.
Pekerja Sosial
8.
Pekerja Sosial
Sukarela
9.
Orang tua asuh
10. Penasihat Hukum
11. Anak Didik Pemasyarakatan
|
5.
|
Lembaga Terkait Perkara Anak
|
1.
Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).
2.
Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS)
3.
Balai Pemasyarakatan (Bapas)
4.
Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS)
|
1.
Lembaga Pemasyarakatan
Anak
2.
Rumah Tahanan
Negara
3.
Balai
Pemasyaraatan
4.
Lembaga
pendidikan anak
|
6.
|
Pendekatan Penyelesaian Perkara
|
Sistem
Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif, dimana
dalam Sistem Peradilan Pidana Anak wajib diupayakan Diversi (Pasal 5 ayat 1,
3).
Cat. RJ harus ada persetujuan korban, Diversi
tidak selalu.
|
Tidak
dikenal Keadilan Restoratif, yang dikenal diskresi. Penjelasan UU No. 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki kewenangan
diskresi, yaitu kewenangan untuk bertindak demi kepentingan umum berdasarkan
penilaian sendiri.
|
7.
|
Pengertian Keadilan
Restoratif dan Diversi
|
-
Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku,
korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk
bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan
kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan (Pasal 1 angka 6)
-
Diversi adalah
pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses
di luar peradilan pidana (Pasal 1 angka7)
Ketentuan
mengenai pedoman pelaksanaan proses Diversi, tata cara, dan koordinasi
pelaksanaan Diversi diatur dengan PP (Pasal 15).
|
|
8.
|
Tujuan
Diversi
|
1.
mencapai perdamaian antara korban dan Anak;
2.
menyelesaikan perkara Anak di luar proses
peradilan;
3.
menghindarkan Anak dari perampasan
kemerdekaan;
4.
mendorong masyarakat untuk berpartisipasi;
dan
5.
menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak
(Pasal 6)
|
|
9.
|
Kewajiban
melakukan Diversi
|
Pada tingkat
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri
wajib diupayakan Diversi (Pasal 7 ayat 1)
-
Penyidik wajib mengupayakan Diversi dalam
waktu paling lama 7 hari setelah penyidikan dimulai (Pasal 29 ayat 1)
-
Penuntut Umum wajib mengupayakan Diversi
paling lama 7 hari setelah menerima berkas perkara dari Penyidik (Pasal 42
ayat 1)
-
Hakim wajib mengupayakan Diversi paling lama
7 hari setelah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri sebagai Hakim (Pasal
52 ayat 2)
|
Tidak dikenal Diversi
tetapi ada diskresi
|
10.
|
Cara
Melakukan Diversi
|
Diversi
dilakukan melalui Musyawarah dengan melibatkan pihak-pihak terkait (Pasal 8
ayat 1)
|
|
11.
|
Pihak-pihak
yang harus hadir dalam Diversi
|
Diversi melibatkan :
1.
Anak dan orang tua/Walinya,
2.
Korban dan/atau orang
tua/Walinya (Orang tua dan Wali korban dilibatkan dalam hal korban adalah
anak)
3.
Pembimbing Kemasyarakatan, dan
4.
Pekerja Sosial Profesional
Dalam
hal diperlukan, diversi dapat melibatkan :
5.
Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan/atau
6.
Masyarakat, antara lain tokoh agama, guru,
dan tokoh masyarakat.
(Pasal 8
ayat 1 dan 2 )
|
|
12.
|
Hal yang
wajib diperhatikan dan dipertimbangankan dalam Diversi
|
1.
Proses Diversi wajib
memperhatikan:
a.
kepentingan korban;
b.
kesejahteraan dan tanggung jawab
Anak;
c.
penghindaran stigma negatif;
d.
penghindaran pembalasan;
e.
keharmonisan masyarakat; dan
f.
kepatutan, kesusilaan, dan
ketertiban umum (Pasal 8 ayat 3)
2.
Diversi harus mempertimbangkan:
a.
kategori tindak pidana;
Semakin
rendah ancaman pidana semakin tinggi prioritas Diversi. Diversi tidak
dimaksudkan untuk dilaksanakan terhadap pelaku tindak pidana yang serius,
misalnya pembunuhan, pemerkosaan, pengedar narkoba, dan terorisme, yang
diancam pidana di atas 7 (tujuh) tahun.
b.
umur Anak;
Semakin
muda umur anak semakin tinggi prioritas Diversi
c.
hasil penelitian kemasyarakatan
dari Bapas; dan
d.
dukungan lingkungan keluarga dan
masyarakat (Pasal 9 ayat 1)
|
|
13.
|
Syarat
dilakukan diversi
|
Diversi
dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan:
a.
diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan
b.
bukan merupakan pengulangan tindak pidana; yang
dilakukan oleh Anak, baik tindak pidana sejenis maupun tidak sejenis,
termasuk tindak pidana yang diselesaikan melalui Diversi (Pasal 7 ayat 2)
|
|
14.
|
Hasil dari
Diversi
|
1.
Diversi berhasil menghasilkan
kesepakatan.
Hasil
kesepakatan dituangkan dalam bentuk kesepakatan Diversi. Kesepakatan Diversi dalam ketentuan ini
ditandatangani oleh para pihak yang terlibat (Pasal 12 ayat 1 dan
Penjelasannya).
2.
Diversi tidak berhasil
menghasilkan kesepakatan.
|
|
15.
|
Syarat
Kesepakatan Diversi
|
1.
Harus mendapatkan persetujuan :
-
korban dan/atau
-
keluarga Anak Korban, dalam hal korban
adalah Anak di bawah umur.
2.
Kesediaan Anak dan keluarganya
(Pasal 9 ayat 2)
|
|
16.
|
Bentuk
kesepakatan diversi dengan Persetujuan Korban
|
1.
perdamaian dengan atau tanpa
ganti kerugian;
2.
penyerahan kembali kepada orang
tua/Wali
3.
keikutsertaan dalam pendidikan
atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan;
atau
4.
pelayanan masyarakat (Pasal 11)
|
|
17.
|
Kesepakatan
Diversi tanpa persetujuan korban
|
Kesepakatan
Diversi harus mendapatkan persetujuan korban kecuali untuk :
a.
tindak pidana yang berupa
pelanggaran;
b.
tindak pidana ringan; yang
diancam dengan pidana penjara atau pidana kurungan paling lama 3 (tiga)
bulan.
c.
tindak pidana tanpa korban; atau
d.
nilai kerugian korban tidak
lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat (Pasal 9 ayat 2)
|
|
18.
|
Cara
membuat Kesepakatan Diversi tanpa Persetujuan Korban
|
1.
Dapat dilakukan oleh penyidik
bersama pelaku dan/atau keluarganya, Pembimbing Kemasyarakatan, serta dapat
melibatkan tokoh masyarakat.
2.
Kesepakatan Diversi dilakukan
oleh Penyidik atas rekomendasi Pembimbing Kemasyarakatan;
(Pasal
10 ayat 1 dan 2)
|
|
19.
|
Bentuk
Kesepakatan Diversi Tanpa Persetujuan Korban
|
1.
pengembalian kerugian dalam hal
ada korban;
2.
rehabilitasi medis dan
psikososial;
3.
penyerahan kembali kepada orang
tua/Wali;
4.
keikutsertaan dalam pendidikan
atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan;
atau
5.
pelayanan masyarakat paling lama
3 (tiga) bulan (Pasal 10 ayat 2)
|
|
20.
|
Langkah
Hukum Terhadap Hasil Kesepakatan Diversi
|
1.
Hasil kesepakatan Diversi
disampaikan oleh atasan langsung pejabat yang bertanggung jawab di setiap
tingkat pemeriksaan ke pengadilan negeri sesuai dengan daerah hukumnya dalam
waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak kesepakatan dicapai untuk memperoleh PENETAPAN.
2.
PENETAPAN dilakukan dalam waktu
paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak diterimanya kesepakatan Diversi.
3.
PENETAPAN disampaikan kepada
Pembimbing Kemasyarakatan, Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim dalam waktu
paling lama 3 (tiga) hari sejak ditetapkan.
4.
Setelah menerima PENETAPAN,
Penyidik menerbitkan penetapan penghentian penyidikan atau Penuntut Umum
menerbitkan penetapan penghentian penuntutan (Pasal 12 ayat 1 s/d 5)
|
|
21.
|
Pengawasan
Proses , Kesepakatan dan Pelaksanaan Kesepakatan Diversi
|
1.
Pengawasan atas proses Diversi
dan pelaksanaan kesepakatan yang dihasilkan berada pada atasan langsung
pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat pemeriksaan antara lain
kepala kepolisian, kepala kejaksaan, dan ketua pengadilan.
2.
Selama proses Diversi
berlangsung sampai dengan kesepakatan Diversi dilaksanakan, Pembimbing
Kemasyarakatan wajib melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan
(Pasal 14 ayat 1 dan 2)
|
|
22.
|
Kesepakatan
Diversi Tidak Dilaksanakan
|
1.
Pembimbing Kemasyarakatan segera
melaporkannya kepada pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat
pemeriksaan antara lain kepala kepolisian, kepala kejaksaan, dan ketua
pengadilan.
2.
Laporan tersebut sekaligus
berisi rekomendasi.
3.
Pejabat yang bertanggung jawab
(kepala kepolisian, kepala kejaksaan, dan ketua pengadilan) wajib
menindaklanjuti laporan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari (Pasal 14 ayat
3 s/d 4)
|
|
23.
|
Akibat
Hukum Diversi tidak berhasil atau Kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan
|
Proses
peradilan pidana Anak dilanjutkan (Pasal 13)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar